Minggu, 27 November 2011

Bangsa Yang Ditukar















Katanya kita akan lebih mudah mengingat hal-hal yang kita sukai, mungkin karena itu saya sangat sulit mengingat channel televisi. setiap kali saya memegang remote TV selalu terlontar pertanyaan seperti ini "Trans TV nomor b'rapa?" atau "TVRI nomor b'rapa?"
untung saja adik-adik saya selalu setia menjawab pertanyaan seperti itu. jika hanya saya yang menonton TV maka saya akan memulai dengan menekan angka 1 pada remote lalu kemudian menekan tombol maju ke channel berikutnya untuk mengintip apa yang sedang berlangsung di tiap saluran. saya selalu mengingat masa kecil setiap kali berada di depan layar kaca. ketika stasiun TV belum seramai sekarang dan RCTI menjadi pilihan utama. Tersihir saat melihat Kotaro Minami berubah wujud atau saat Alpha bilang "aiyaiyai".
Sekarang pilihan sudah semakin banyak namun memberikan efek yang berbeda. saya tak lagi tersihir, tetapi merasa bingung dan sakit hati, seperti perasaan ketika saya difitnah atau ditipu. saya tak bisa lagi tertawa saat melihat pelawak berambut gondrong pirang mendorong Si Gagap hingga terjerembab ke tumpukan Gabus (Styrofoam adalah merek dagang). Bukan karena tidak lucu, tetapi karena sudah terlalu sering dilakukan, dari Senin sampai Jumat. atau mungkin juga karena tidak ekstrim. Karena saya selalu tertawa saat melihat Johnny Knoxville ditanduk banteng karena berkemeja merah. menurut saya acara opera gabus itu sebaiknya menggunakan properti asli saja, agar tulisan yang muncul di bagian bawah layar bukan lagi "Properti yang digunakan terbuat dari bahan lunak yang tidak berbahaya" tetapi "Jangan meniru adegan ini di rumah". saya yakin jika propertinya diganti, maka kelompok opera ini akan mampu mengalahkan Geng Jackass maupun The Dudesons, karena Jackass dan Dudesons tidak beraksi dari Senin sampai Jumat. dengan popularitas sebesar itu, kelompok opera ini tak harus lagi berusaha menjadi versi parodi dari Boyband atau Girlband yang sedang naik daun.

Jika malam tiba, televisi menjadi milik Nenek. tidak ada konflik kepentingan karena adik-adik saya sudah masuk ke kamar setelah selesai menonton acara kompilasi video courtesy youtube kesayangan mereka. kegembiraan tampak di wajah mereka, seakan tercerahkan sehabis menonton tentang 7 pernikahan terunik di dunia atau 7 orang terkaya di dunia.

Saya suka memperhatikan nenek saya yang sedang menonton TV. saat nenek memegang remote maka bersiaplah melihat Dude Herlino muncul di layar. saya senang melihat nenek begitu hanyut dalam kisah sinema elektronik. apalagi saat nenek tak tahan dengan kelakuan tokoh antagonis dan berkata
"Parampuang ini dia paleng jahat!"
terkadang nenek tampak marah seakan ingin menampar wanita jahat di layar kaca itu. nenek adalah penggemar berat semua sinetron kecuali yang ada siluman di dalamnya. hanya sinetron yang bisa membuat nenek betah duduk berjam-jam di depan televisi.

Belakangan ini ada hal aneh yang terjadi pada nenek ketika menonton sinetron. nenek tampak gelisah. nenek jadi sering mengomentari jalan cerita yang menurutnya semakin tidak masuk akal.
Nenek sepertinya sudah mulai tidak bisa menerima jalan cerita yang ditawarkan. Plot-plot yang lebih liar dari karya Joko Anwar atau Tarantino. nenek juga bilang kalau sinetron sekarang ingin meniru  "Tersanjung". bukan dari jalan cerita, tetapi dari jumlah episode. bagi nenek, Tersanjung adalah sebuah karya klasik yang tak sepadan dengan sinetron-sinetron masa kini. atau mungkin nenek tidak nyaman melihat Nikita Willy yang sudah menjadi Ibu dan Anjasmara menjadi Psikopat bersuara serak yang seperti ingin menyakiti semua insan. singkatnya, nenek sudah merasa dikhianati. Dia sadar kalau acara TV favoritnya menawarkan cerita yang dangkal, tetapi tidak sedangkal sekarang. sinetron malam mulai ditinggalkan, nenek berpaling ke "Si Doel Anak Sekolahan" yang diputar ulang di siang hari. Saya bersyukur karena tontonan ini jauh lebih masuk akal, lebih menyenangkan dan lebih sehat.

ada begitu banyak orang yang tersakiti hatinya dengan acara TV sekarang. mereka yang duduk menonton sambil bertanya di dalam hati " kenapa semua jadi begini?". meskipun sekarang sudah ada internet yang bisa menjadi pilihan hiburan yang lebih beragam, televisi tetap menjadi jalur yang bisa diakses lebih banyak orang. televisi menjadi bagian dari waktu setiap orang. saya yakin, secanggih apapun pemikiran seseorang, di dalam hatinya dia tetap berharap bangsa ini memiliki acara TV yang bisa diandalkan. sebuah hiburan klasik yang memutar kembali kenangan masa kecil.

ratusan tulisan di Blog, puluhan lagu dan film diciptakan untuk mengkritik televisi atau bahkan mencaci maki kedangkalan yang ditawarkannya. semua itu nyaris tak berdampak. acara musik pagi masih tetap menjual "barang" yang sama, durasi tayang yang lama ditambah penonton di studio yang keriangannya sudah tergolong memprihatinkan, mereka selalu terbius dengan semua lagu yang dibawakan secara playback, tarian-tarian aneh pun dikeluarkan. wajah yang begitu gembira seakan menyaksikan karya musik terbaik abad ini. semua itu dibungkus menjadi satu paket dan disalurkan kepada kita di rumah, dengan satu tujuan, mencuci otak.

ada dua stasiun TV berita besar yang punya acara mendidik. meski keduanya mulai tampak memfokuskan diri pada kampanye politik pemiliknya, mari berharap kualitas acara dan pemberitaan tak terpengaruh kepentingan politik. stasiun TV yang lain nyaris tak punya acara bagus selain Film Hollywood dan Liga sepakbola mancanegara.

Dulu kita dijajah Belanda, kemudian konon katanya Pria dijajah Wanita, sekarang kita semua dijajah acara TV. saya juga tahu kalau kita tak bisa mengharapkan sesuatu yang terlalu idealis dari televisi, tetapi bukankah tidak harus menjadi sebuah pembodohan. Komedi yang itu-itu saja, Infotaiment yang seakan ingin memenuhi kepala kita dengan dia yang "sesuatu banget", acara musik yang terlalu membosankan dan terlalu pagi atau sinetron yang jalan ceritanya hanya Amnesia - Tes DNA - Amnesia Lagi. acara televisi seperti sebuah pelecehan bagi pemirsa atau menurut Tika and The Dissident dalam "Polpot", acara TV adalah pembantaian intelektualitas massal. Di depan kotak ajaib itu, kita duduk santai, dirantai lalu dibantai.

0 comments:

Posting Komentar